BAB 9
MUAWIYAH DAN PENGANIAYAAN TERHADAP
IMAM ALI
Apa pendapat Nabi Muhammad SAW mengenai orang-orang yang memerangi, membenci dan menganiaya Ahlulbaitnya? Nabi Muhammad bersabda, “Mencintai Ali adalah tanda keimanan, membencinya adalah tanda kemunafikan.”1 Hadis Nabi ini begitu terkenal sehingga beberapa orang sahabat sering berkata, “Kami mengetahui kemunafikan seseorang dari kebenciannya terhadap Ali.”2 Dalam kitab sahihnya, Muslim juga meriwayatkan hadis ini dari Zirr bahwa Ali berkata:
Demi Dia yang membelah bebijian dan menghidupkan sesuatu, Rasulullah berjanji padaku bahwa tiada orang yang mencintaiku kecuali orang mukmin dan tiada orang yang menyimpan kebencian kepadaku kecuali orang munafik.3
Abu Hurairah meriwayatkan:
Nabi Muhammad memandang Ali, Iiasan, Husain dan I athimwlr. la berkata, ‘Aku memerangi orang-orang yang memerangi kalian dan aku berdamai dengan orang-orang yang berdamai dengan kalian.”4
Sejarah yang mengungkap bahwa Muawiyah memerangi Ali merupakan satu kenyataan yang sangat dikenal. Dan berdasarkan hadis di atas, Nabi Muhammad SAW menyatakan perang kepada Muawiyah. Mengapa kita masih mencintai orang yang Nabi Muhammad sendiri memeranginya? Nabi Muhammad berkata, “Barang siapa yang menyakiti Ali, berarti ia menyakiti aku!”5; “Barang siapa mengutuk Ali, berarti ia mengutuk aku.”6
Muawiyah Membuat Ketentuan Pengutukan Terhadap Ali
Muawiyah bin Abu Sufyan tidak hanya memerangi Imam Ali bin Abi Thalib tetapi ia juga mengutuknya. Lebih jauh lagi, ia memaksa setiap orang untuk mengutuk Imam Ali. Sebagai buktinya, kami akan mulai dengan hadis dari Shahih Muslim. Diriwayatkan Sa’d bin Abi Waqqash bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan memberi perintah kepada Sa’d. la berkata kepadanya, “Apa yang membuatmu berhenti mengutuk Abu Turab (nama kecil Ali)?” Sa’d menjawab, “Tidakkah engkau ingat bahwa Nabi Muhammad menyatakan tiga tentang kebaikan Ali? Karenanyalah aku tidak akan pernah mengutuk Ali.”7
Hadis di atas memperlihatkan bahwa Muawiyah terkejut mengapa Sa’d tidak mematuhi perintahnya untuk mengutuk Imam Ali, sebagaimana yang dilakukan orang lain. Ini menunjukkan bahwa pengutukan terhadap Imam Ali sudah menjadi sunnah (kebiasaan) orang-orang masa itu. Siapa yang menciptakan sunnah ini? Apakah Imam Ali, atau orang-orang yang memeranginya? Lalu, siapa yang memerangi Imam Ali? Bukankah ia adalah Muawiyah (sahabat Nabi yang dipuja kaum Wahabi)? Hal. ini menyiratkan arti bahwa Muawiyah lah yang telah membuat-buat kebiasaan itu (sunnah mengutuk Imam Ali).
Berikut ini referensi hadis lainnya dalam kitab Shahih Muslim mengenai sunnah mengutuk Imam Ali, untuk membuktikan bahwa Orang – orang dipaksa untuk mengutuk Imam Ali di depan umum, karena jika tidak mereka akan mendapatkan hukuman berat. Hadis ini diriwayatkan dari Abu Azim, Gubernur Madinah saat itu, yang merupakan salah satu anggota keluarga Marwan, memanggil Sahl bin Sa’d dan memerintahkannya untuk mengutuk Ali. Sahl menolak. Gubernur tersebut berkata, “Jika kamu tidak ingin mengutukAli, katakan saja bahwa Allah mengutuk Abu turab (nama kecil Imam Ali).” Sahl berkata, `Ali tidak menyukai nama lain bagi dirinya selain Abu Turab, dan ia senantiasa bahagia ketika seseorang memanggilnya dengan sebutan Abu Turab.”8
Pengutukan terhadap Imam Ali merupakan perintah sejak pertarnn kali Muawiyah memerintah selama 65 tahun. Umar bin Abdul Aziz lah yang menghentikan perintah terebut setelah berlangsung lebih dari setengah abad. Beberapa sejarahwan bahkan yakin bahwa keturunan Muawiyah telah meracuni Umar bin Abdul Aziz karena telah mengubah sunnah yang salah satunya adalah sunnah mengutuk Imam Ali.9
Salah satu perubahan paling buruk yang telah dimulai sejak awal mula pemerintahan Muawiyah adalah bahwa Muawiyah sendiri dan dengan perintah kepada gubernur nya, biasa menghina Imam Ali saat berkhutbah di Mesjid. Hal. ini bahkan dilakukan di mimbar mesjid Nabi di Madinah di,hadapan makam Nabi Muhammad SAW, sehingga sahab:Usahabat terdekat Nabi, keluarga dan kerabat terdekat Imam Ali mendengar sumpah serapah ini.10
Mengenai penghinaan dan pengutukan terhadap Imam Ali paHa periode Umayah, yang dimulai sejak Muawiyah memerintah, diriwayatkon bahwa Ali bin Abi Thalib dikutuk di mimbar dari ujung barat hingga ujung timur pada masa pemerintahan Muawiyah.11
Dalam isi suratnya, Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad, berkna kepada Muawiyah, “...Engkau sedang mengutuk Allah dan Rasul-Nya H i mi mbarmu karena engkau mengutuk Ali bin Abi Thalib. Barang siapa yang nu•ncintainya, aku bersaksi bahwa Allah dan Rasul-Nya mencintainyn.” I’rterhi tidak seorangpun memperhatikan ucapannya.’12 Kejadian itu terjadp pada masa kekuasaan bani Umayah. Di lebih dari 70 ribu mimbar
Muawiyah menyerukan pengutukan kepada Imam Ali bin Abi Tholib. Dan pada beberapa mesjid, Muawiyah menjadikannya sebagai sunnah bagi mereka.13
Syekh Ahmad Hafizh Syafi’i, menulis 9 syair puisi yang menceritakan kisah yang telah diriwayatkan Suyuthi pada kutipan sebelumnya. Kami menerjemahkan 3 syair pertama.
Itulah yang telah mereka jadikan sebagai ‘sunnah’
Sebanyak 70 ribu mimbar dan 10 mimbar lainnya
Mengutuk Haidar Ali
Demikianlah dosa paling besar terlihat kecil.
Namun kesalahan harus dilontarkan.
Mari kita lihat pendapat putranya Muawiyah, Yazid, tentang ayah dan kakeknya, sebagai saksi dari keluarga kerajaan. Muawiyah menyerahkan tampuk kekuasaan kepada anaknya, Muawiyah kedua, agar bendera kekhalifahan terus berkibar di tangan keluarga Abu Sufyan.
Setelah ia meninggal, Muawiyah kedua, mengumpulkan orang-orang di suatu hari besar. la menyampaikan khutbah di hadapan mereka, ia berkata:
Kakekku Muawiyah telah merampas kekuasaan dari orang-orang yang lebih pantas menerimanya dan dari ia yang lebih berhak karena pertaliannya yang sangat dekat dengan Nabi dan sebagai orang pertama yang memeluk Islam. la adalah Ali bin Abi Thalib. la (Muawiyah) merampasnya dengan bantuan kalian padahal kalian sangat mengetahui.
Setelah itu ayahku, Yazid, meneruskan kekuasaan sepeninggalnya dan ia pun tidak patut memegangnya. la bertengkar dengan putra Fathimah, putri Nabi karena hal. itu, ia memperpendek usianya. la membunuhnya dan harapan meninggalkannya. (Kemudian ia menangis dan melanjutkan):
Sesungguhnya, masalah terbesar kami adalah bahwa kami mengetahui perbuatan yang buruk dan akhir hidupnya yang mengerikan, karena ia telah membunuh keturunan (itrah) utusan Allah, mengizinkan meminum minuman keras, berperang di kota suci Mekkah dan menghancurkan Kabah!
Dan aku bukan penerus dalam memegang kekuasaanmu ataupun bertanggung jawab atas pengikut-pengikutmu... Engkaulah yang memilih demikian untuk diri kalian sendiri...!”14
Mengenai Muawiyah dan Yazid yang membunuh Imam Hasan bin Ali dengan meracuninya telah diriwayatkan oleh banyak hadis. Tidak perlu disebutkan sumber referensi hadis yang meriwayatkan bahwa Yazid dan pasukannya telah membunuh putra Ali bin Abi Thalib lainnya, cucu Nabi Muhammad, Imam Husain beserta kurang lebih 70 orang anggota keluarga dan pengikut setianya.
Berikut ini referensi hadis Sunni berkenaan kejahatan yang dilakukan Muawiyah. Diriwayatkan dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal yang berkata bahwa ia bertanya tentang Ali dan Muawiyah kepada ayahnya, Ahmad bin Hanbal, yang menjawab:
Ketahuilah bahwa Ali memiliki banyak musuh yang berusaha keras untuk mencari-cari kesalahan dirinya. Tetapi mereka tidak dapat menemukannya. Lalu, mereka mengajak seorang lelaki (Muawiyah, seperti yang disebutkan pada catatan kaki) yang sangat memeranginya. Mereka mengelu-ngelukan Muawiyah secara berlebihan, membuat perangkap untuknya.
Thabari meriwayatkan bahwa ketika Muawiyah bin Abu Sufyan mengangkat Mughirah bin Syu’bah menjadi Gubernur Kufah pada 41 Jumada (2 September-30 Oktober 661) ia memanggilnya. Setelah memuji dan mengagungkan Allah, ia berkata,
Mulai sekarang, seseorang yang sabar telah diperingatkan...orang-orang bijak mungkin melakukan apa yang engkau inginkan tanpa perlu diperintah. Meskipun aku ingin menasehatimu tentang banyak hal., aku membiarkan mereka, aku percayakan kepadamu semua yang menyenangkanku, membantu kektiasaanku dan mengatur persoalan-persoalanku dengan benar. Aku nasehatkan kamu tentang kemampuan dirimu; “Janganlah kamu berhenti menganiaya dan Mengkritik Ali dan jangan berhenti mendoakan Utsman agar Allah memberkatinya dan mengampuninya. Teruslah mempermalukan sahabat-sahabat Ali! Janganlah engkau dekati mereka dan jangan mendengarkan mereka! Agungkanlah kelompok Utsman, dekati mereka dan dengarkan mereka!”
Selain itu, utusan Muawiyah datang dengan perintah untuk membebaskan 6 orang dan membunuh yang 8 orang. la berkata kepada mereka:
Kami diperintahkan agar kalian tidak mengakui Ali dan mengutuknya. Jika kalian lakukan itu, kami akan membebaskan kalian. Jika menolak, kalian akan kami bunuh.18
Shahih Muslim menuliskan, Nabi Muhammad berkata kepada Ammar bin Yasir, “Sekelompok pengkhianat akan membunuhmu.”19
Disamping itu, Ummu Salamah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, “Sekelompok pengkhianat akan membunuh Ammar.”20
Tahukah anda bahwa Ammar, sahabat besar Nabi Muhammad syahid pada perang Shiffin oleh tentara Muawiyah pada usia 93 tahun? Jelaskah sekarang, bahwa kelompok Muawiyah adalah kelompok pengkhianat! Tahukah anda apa maksud kalimat pengkhianat (taghee dalam Quran)?
Adalah menarik jika kita perhatikan bahwa penerjemah bahasa Inggris Shahih Muslim (Abdul Hamid Siddiqi) menuliskan catatan kaki mengenai hadis di atas bahwa:
Penuturan ini merupakan fakta yang menunjukkan bahwa ketika terjadi pertempuran antara Sayidina Ali dan musuhnya, Sayidina Ali berada di pihak yang benar karena Ammar bin Yasir yang terbunuh di perang Shiffin, berada di pasukan Ali.21
Perlukah kami memberi komentar?
Kepala yang pertama kali dipisahkan dari tubuh selama masa Islam adalah kepala Ammar bin Yasir. Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya meriwayatkan sebuah hadis yang disebutkan dalam Tabaqat ibn Sa’d:
Di perang Shiffin, ketika kepala Ammar bin Yasir dipenggal dan dibawa ke hadapan Muawiyah, dua orang berdebat mengenai hal. itu. Mereka saling tuding telah membunuh Ammar.22
Akhirnya kami ingin menutup artikel ini dengan dua hadis berikut. Nabi Muhammad berkata:
Jika ada orang yang shalat di antara Rukn dan Maqam (tempat di dekat Kabah) dan berpuasa, tetapi meninggal dengan memendam kebencian terhadap keluarga Nabi Muhammad, ia akan masuk neraka. Dan orang yang menganiaya Ahlulbaitku, sesungguhnya adalah orang kafir dan telah keluar dari agama Islam. Lalu kepada orang yang menimpakan penderitaan kepada keturunanku kutukan Allah senantiasa menyertainya. Dan orang yang menyakitiku dengan cara menyakiti keluargaku, sesungguhnya telah menyakiti Allah dan membuat-Nya murka. Sesungguhnya, Allah telah menutup pintu surga bagi orang yang menganiaya, membunuh, memerangi atau menyakiti Ahlulbaitku.23
Nabi Muhammad berkata:
Barangsiapa yang mengutuk (menganiaya melalui ucapan) Ali, sesungguhnya ia telah mengutukku. Barang siapa yang berani mengutukku berarti ia telah mengutuk Allah. Barang siapa yang telah mengutuk Allah, Allah akan melemparnya ke neraka Jahanam.24
Dengan demikian, sesungguhnya, Muawiyah dan kelompoknya telah mengutuk Nabi Muhammad. Dengan mengutuk Nabi Muhammad berarti mereka mengutuk Allah. Dengan mengutuk Allah, mereka akan masuk neraka. Demi Allah mereka akan diminta untuk bertanggung jawab atas segala yang telah mereka ucapkan dan lakukan! Itulah janji Allah yang tidak akan pernah la ingkari.
“Dan janganlah kalian berpikir bahwa Allah tidak melihat perbuatan orang – orang zalim. Sesungguhnya ia hanya memberi kelonggaran kepada mereka hingga suatu hari dimana seluruh mata kalian akan dibukakan oleh Allah” Allah. “ (QS. Ibrahim :42).
Lebih Jauh Mengenai Muawiyah
Berikut ini bukti-bukti lain mengenai Muawiyah dari sejarah dan hadis.
Mengenai sifat Muawiyah, Hasan Bashri berkata:
Muawiyah memiliki empat kecacatan dan salah satunya adalah pembangkangan yang sangat kental; 1) Tuduhannya kepada pengacau masyarakat sehingga ia telah merusak aturannya tanpa berunding dengan anggota masyarakat, padahal ada seorang sahabat nabi dan pemilik kebaikan di antara mereka; 2) Pengangkatan putranya sebagai penggantinya. Padahal putranya adalah seorang pemabuk, peminum minuman keras, orang yang suka mengenakan sutra dan suka bermain-main dengan anjing dan kera; 3) Pengakuan bahwa Ziyad adalah putranya, padahal Nabi Muhamrnad telah berkata, “Anak ini milik ayahnya dan orang-orang yang berzina harus dirajam; 4) Pembunuhan yang ia lakukan terhadap Hujr dan para sahabatnya. Terkutuklah ia dua kali lipat yang membunuh Hujr dan sahabatnya.25
Berikut ini latar belakang tragedi pembunuhan terhadap Hujr. Dalam usaha menghentikan kebebasan berpendapat, Muawiyah memulainya dengan membunuh Hujr, seorang Tabi’in terkemuka dan sahabat Imam Ali yang dihormati. Ketika Muawiyah berkuasa, saat Imam Ali dikutuk di mimbar-mimbar mesjid, kaum Muslimin merasa sangat sedih dan menderita, tetapi mereka bersabar. Tetapi di Kufah, Hujr tidak dapat mendiamkan hal. ini terlalu lama sehingga sebagai pembelaan, Hujr senantiasa memuji Imam Ali dan mengutuk Muawiyah. Muhghirah, gubernur Kufah saat itu mendiamkan Hujr. Namun, ketika Ziyad menjabat dan wilayah Basrah masuk ke dalam wilayah Kufah, perseteruan antara Ziyad dan Hujr mencuat ke permukaan. Ziyad sering berkata buruk dan Hujr membalasnya. Pada masa ini pula Hujr mengkritik Ziyad ketika ia menunda shalat Jum’at. Akhirnya Hujr dan sahabat-sahabatnya ditahan dengan tuduhan sebagai berikut:
Hujr telah mengorganisir sekelompok orang dan menyumpahi Muawiyah; Hujr telah menghasut orang-orang untuk memerangi Muawiyah; Hujr menyatakan bahwa kekhalifahan adalah milik Imam Ali dan keluarganya;
Hujr mendukung Abu Turab (Imam Ali);
Hujr meyampaikan shalawat kepada Imam Ali.
Berdasarkan tuduhan ini, orang-orang ini dibawa ke hadapan Muawiyah. la memerintahkan agar mereka dibunuh. Sebelum dibunuh, sang algojo berkata kepada mereka, “Kami diperintahkan apabila kalian mencerca Imam Ali dan mengutuknya, kalian akan kami bebaskan, jika tidak kalian harus mati.”
Mendengar hal. ini, Hujr dan para sahabatnya menolak untuk mengutuk Imam Ali. Hujr membalas, “Aku tidak mampu mengucapkan kata-kata dari mulutku yang akan membuat Tuahanku murka!”
Demikianlah mereka dibunuh, kecuali Abdurrahman bin Hasan. Muawiyah mengirimnya ke Ziyad dengan perintah agar Ziyad sendiri yang membunuhnya dengan cara yang kejam. Lalu, ia dikubur hidup-hidup.26
Muawiyah Menghidupkan kembali Kebiasaan Zaman Jahiliyah
Kebiasaan memenggal kepala, mengarak-araknya dari satu tempat ke tempat lain, memperlakukan mayat dengan buruk karena dendam kesumat, adalah kebiasaan yang berlaku di zaman Jahiliah. Kebiasaan ini muncul lagi di kalangan kaum muslimin pada kekuasaan Muawiyah.
Fenomena 1: Kepala pertama yang dipisahkan dari tubuhnya adalah kepala Ammar bin Yasir, sahabat terkemuka Nabi Muhammad SAW. Ahmad bin Hanbal dalam MuGnad-nya meriwayatkan sebuah hadis berikut, yang juga disebutkan dalam Tabaqat ibn Sa’d:
Pada perang Shiffin, ketika kepala Ammar bin Yasir dipisahkan dari tubuhnya, dan dibawa ke hadapan Muawiyah, dua orang berdebat mengenai hal. itu. Mereka saling tuding telah membunuh Ammar.”27
Fenomena 2: Kepala kedua yang dipisahkan dari tubuh adalah Umrah bin Hamaq, yang merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Muawiyah menuduh bahwa ia terlibat dalam pembunuhan Utsman. Ketika ia akan ditangkap, ia bersembunyi di sebuah gua. Di sana ia dipatuk seekor ular. Orang-orang yang mengejarnya memenggal kepala Umrah dan membawanya kepada Ziyad. Kemudian ia mengirimnya ke Muawiyah di Damaskus dimana kepala tersebut diarak ke seluruh kota hingga akhirnya dilemparkan ke pangkuan istrinya sebagai hadiah.28
Fenomena 3: Kekejaman yang sama dilakukan terhadap Muhammad bin Abu Bakar yang merupakan Gubernur Mesir untuk Imam Ali. Ketika Muawiyah menaklukkan Mesir, ia ditahan dan dibunuh. Mayatnya diletakkan di perut seekor kera besar yang mati lalu dibakar.29
Fenomena 4: Setelah peristiwa ini, kejadian-kejadian tersebut menjadi hadis bagi orang-orang yang ingin membalas dendam setelah musuh mereka terbunuh. Kepala Imam Husain dipenggal, diarak dari Karbala ke Kufah lalu dari Kufah ke Damaskus. Tubuhnya hancur oleh deru pijakan kaki-kaki kuda yang berlari menginjaknya.30
Beberapa hal. mengenai Muawiyah
Jalaluddin Suyuthi menulis, Ibnu Asakir mencatat dari Hamid bin Hilal, bahwa Aqil, putra Abu Thalib meminta sedekah kepada Ali. la berkata, “Aku adalah orang miskin dan papa, berikanlah aku sedekah. Imam Ali menjawab, “Tunggulah hingga aku mendapatkan upahku sebagaimana kaum Muslim lain, dan aku akan memberi sedekah kepadamu dengannya!” Akan tetapi, Aqil tidak sabar dan terus mendesak.
Lalu Ali berkata kepada seorang lelaki, “Ajaklah ia dan pergilah ke toko-toko milik orang-orang di pasar lalu katakanlah, ‘Hancurkan kuncinya dan ambil semua isinya!”‘
Aqil berseru, “Apakah engkau ingin menjadikanku pencuri?” Ali menjawab dengan pedas, “Dan apakah engkau ingin menjadikanku pencuri dengan mengambil harta kaum Muslimin, lalu memberikannya kepadamu?” Aqil menjawab, “Seharusnya aku pergi ke Muawiyah .” A1i berkata, Pergilah jika engkau menghendaki!”
Kemudian ia pergi ke Muawiyah dan memohon sedekah. Muawiyah memberinya 100 ribu dirham dan berkata, “Berkhutbahlah di mimbar dan sebutkan semua yang telah Ali berikan kepadamu dan semua yang telah aku berikan kepadamu!” Lalu ia menaiki mimbar, memuji Allah dan berkata, “Wahai manusia, aku beritahu kalian, sesungguhnya aku menguji Ali dalam agamanya dan ia lebih memilih agamanya. Dan sesungguhnya aku menguji Muawiyah dengan agamanya dan ia lebih memilih aku daripada agamanya.”31
Suyuthi juga mencatat, Sya’abi berkata bahwa orang pertama yang berkhutbah sambil duduk adalah Muawiyah ketika tubuhnya bertambah gemuk dan perutnya telah membesar. Dicatat oleh Ibnu Abu Shaibah, Zuhri menyatakan bahwa Muawiyah adalah orang pertama yang mengenalkan ajaran dilakukannya khutbah sebelum shalat sambil duduk (Abdurrazzaq dalam Musannaf-nya). Dan Said bin Musayyab menyatakan bahwa Muawiyah adalah orang pertama yang mengenalkan panggilan shalat sambil duduk (Ibnu Abu Shaibah), dan mengurangi jumlah takbir.32
Mengacungkan Quran dengan Menggunakan Pedang
Selain berbagai kekejaman yang dilakukan Muawiyah, mungkin perbuatannya mengacungkan Quran dengan menggunakan pedang kepada Imam Ali pada perang Shiffin, tak diragukan mencerminkan sifatnya sebagai seorang penguasa, seseorang yang melakukan segala rara agar tujuannya tercapai. la mempermainkan Kitab Allah untuk menipu orang-orang awam. Akibatnya, dalam sejarah Islam muncul kaum Khawarij.
Ibnu Sa’d meriwayatkan sebuah hadis dari Zuhri:
Di tengah malam, ketika pertempuran Shiffin tengah memuncak dan orang-orang mulai kehilangan harapan, Amru bin Ash berkata kepada Muawiyah, “Lakukanlah saranku! Perintahkan kepada pasukanmu (Muawiyah) untuk membuka Quran (Mengacungkan Quran pada pedang) dan katakan, ‘Wahai penduduk Iraq kami menyeru kalian untuk kembali kepada Quran, dan kami menentukan dengan kebaikan yang terkandung dalamnya dari al-Hamd hingga an-Nas!”‘ Ini akan menyebabkan pertikaian di barisan dan golongan penduduk Iraq dan menciptakan harapan bagi orang-orang Syam. Oleh karenanya, Muawiyah menerima sarannya.33
Peristiwa yang sama juga telah disebutkan secara detil oleh Thabari, Ibnu Katsir, Ibnu Atsir, dan Ibnu Khaldun. Tujuan anjuran itu adalah untuk menimbulkan perselisihan di barisan pasukan Imam Ali, bahkan jika mereka menerima seruan itu, pasukan Muawiyah memiliki waktu untuk memenangkan pertempuran.34
Muawiyah dan Asal Mula Istilah al-jama’ah
Thabari menuliskan bahwa Sajahmasih bersama Band Taghlib hingga mereka mengirim mereka pada `Tahun Persatuan’ (al-Jama’ah) ketika penduduk Iraq sepakat untuk mengakui Muawiyah sebagai khalifah pengganti Ali. Muawiyah memutuskan untuk mengusir orang-orang yang sangat setia kepada Ali dan memberi tempat tinggal pada orang-orang Suriah dan Bashrah serta Jazirah yang sangat menaatinya. Merekalah yang disebut sebagai ‘orang-orang buangan’ dari pasukan kota.35
Jalaluddin Suyuthi menyebutkan fakta mengenai peristiwa ini pada Tarikh al-Khulafa sebagai berikut:
Dzahabi mengatakan bahwa Ka’ab meninggal sebelum Muawiyah diangkat sebagai khalifah dan Ka’ab telah mengatakan kebenaran karena Muawiyah terus berkuasa selama 25 tahun. Tidak ada seorang raja di dunia ini yang menentangnya, tidak seperti raja-raja yang berkuasa setelahnya karena mereka memiliki musuh dan wilayah-wilayah kekuasaan mereka tidak mereka miliki. Lalu Muawiyah berperang melawan Ali dan mengangkat dirinya sebagai khalifah. Kemudian ia menyerang Hasan, yang turun dari kekuasaan karenanya. Akhirnya ia berkuasa sebagai khalifah dari Rabi’ul Akhir/Juanda Awal 41 H. Tahun itu disebut tahun persatuan, karena bersatunya orang-orang dibawah satu kekuasaan kekhilafan. Pada tahun ini Muawiyah menunjuk Marahnya bin Hakam menjadi Gubernur Madinah.36
Muawiyah adalah Seorang Penulis Wahyu
Seorang pendukung Umayah menyebutkan bahwa Muawiyah adalah seorang penulis wahyu. Apakah penilaian anda, kaum Syi’ah, lebih baik dari pada penilaian Nabi Muhammad?
Pada bagian sebelumnya, kami telah memberikan pendapat Nabi Muhammad SAW tentang orang-orang yang memerangi Ahlulbait berdasarkan kumpulan hadis Sunni yang sahih. Menurut Nabi, orang-orang seperti itu adalah orang munafik dan kafir.
Muawiyah dan ayahnya, Abu Sufyan, adalah di antara orang-orang yang memerangi Nabi Muhammad hingga detik-detik terakhir dan ketika mereka tahu bahwa Mekkah akan ditaklukkan dengan cepat dan kekuasaan mereka berakhir, mereka memutuskan pura-pura masuk Islam untuk menyelamatkan diri dan menghancurkan Islam dari dalam. Inilah yang. ingin dicapai Abu Sufyan, putranya, Muawiyah, cucunya, Yazid setiap hari dan setiap malam. Dan sekarang tiba-tiba mereka menjadi penulis wahyu!
Sejak kekhalifahan berada di tangan Bani Umayah, mereka berusaha keras merusak kebenaran dan memutar balikkan segala sesuatu. Mereka mengangkat kedudukan orang-orang, yang ketika Nabi Muhammad masih hidup, tidak memiliki keutamaan khusus dan menyingkirkan orang-orang yang memiliki keutamaan dan keagungan ketika Nabi masih hidup.
Ukuran kehormatan dan kehinaan mereka adalah dendam kesumat yang kental serta kebencian yang besar kepada Nabi Muhammad dan anggota keluarganya, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, semoga kesejahteraan senantiasa terlimpahkan kepada mereka.Umayah menaikkan derajat dan membuat hadis palsu, bagi setiap orang yang memusuhi Nabi Muhammad SAW dan Ahlulbait yang telah Allah sucikan dan bersihkan dari segala dosa dan kekotoran di Quran. Mereka mendekati orang-orang yang memusuhi Nabi Muhammad SAW, mengangkat derajat mereka dan memberi kekuasaan sehingga mereka dihormati dan disayangi rakyat. Mereka mencemarkan nama baik, mengarang-ngarang keburukan, memalsukan kebaikan yang menyangkal keunggulan dan keutamaan orang-orang yang dulu mencintai Nabi Muhammad SAW dan senantiasa membelanya.
Umar bin Khattab, orang yang sering mempertentangkan perintah Nabi Muhammad, bahkan kemudian mengatakan bahwa Nabi tengah meracau pada detik-detik terakhir kepergiannya, menjadi pahlawan Islam bagi kaum Muslimin selama masa dinasti Umayah.
Sebaliknya, Ali bin Abi Thalib, yang kepadanya Nabi menyebut bagai Harun bagi Musa, yang mencintai Nabi, dicintai Allah dan RasulNya, washi setiap mukmin, dikutuk di mimbar-mimbar selama 80 tahun. Pengaruh propaganda palsu ini memuncak hingga, ketika berita pembunuhan terhadap Imam Ali yang tengah shalat Shubuh di mesjid, menyebar kepada rakyat Suriah, mereka terkejut dan mempertanyakan apakah Imam Ali memang biasa shalat!
Demikian pula dengan Aisyah, yang menyebabkan banyak penderitaan kepada Nabi Muhammad, melanggar perintahnya dan perintah Tuhannya, bangkit memusuhi penerus Nabi Muhammad dan menyebabkan perselisihan paling buruk, yang sangat terkenal bagi kaum Muslimin, perselisihan yang menyebabkan tumpahnya darah ribuan kaum Muslimin, karena keputusan agama yang diambil darinya. Tetapi Fathimah Zahra, penghulu para wanita di dunia dan akhirat, wanita yang membuat Allah murka apabila ia murka dan menjadikan Allah Ridha apabila ia ridha, menjadi wanita yang dilupakan, yang dimakamkan secara rahasia di malam hari, setelah mereka mengancam akan membakarnya, dan mendorong pintu rumahnya dengan paksa yang menekan perutnya, hingga ia kehilangan bayinya. Sedangkan kitab-kitab hadis mereka penuh dengan hadis Aisyah hanya karena ia adalah satu-satunya wanita yang memerangi Imam Ali.
Selain itu, Yazid bin Muawiyah, Ziyad, putra ayahnya, Ibnu Marjanah, Marwan, Hajjaj, Ibnu Ash, dan orang-orang lain yang dikutuk menurut Quran, dan dikutuk oleh Nabi Muhammad SAW langsung Menjadi pemimpin orang-orang mukmin dan pengatur urusan-urusan mereka. Sedangkan Hasan dan Husain, penghulu pemuda surga, cucu-cucu kesayangan Nabi Muhammad, para Imam dari Nabi Muhammad, penjaga umat, dibunuh, di penjara, dianiaya dan diracun. Dengan cara ini, Muawiyah sang munafik, pemimpin setiap perang yang dilancarkan terhadap Nabi Muhammad, diagung-agungkan, dan dipuji. Sedangkan Abu Thalib, pelindung dan pembela Nabi Muhammad dengan segala sesuatu yang ia miliki, yang melewati masa hidupnya dalam penderitaan dan dalam kebencian karib kerabatnya demi seruan keponakannya, sedemikian besarnya hingga ia tinggal di gua selama 3 tahun bersama Nabi di lembah Mekkah, yang menyembunyikan keislamannya demi Islam, sehingga hubungan dengan Quraisy tetap terbuka sehingga mereka tidak menganiaya kaum Muslimin seperti yang mereka kehendaki dia seperti mukmin dari keluarga Fir’aun yang menyembunyikan keimanannya, lihat Surah al-Mu’rnin ayat 28, mendapat balasan sebagai sepasang penggelincir di neraka, kakinya diletakkan ke neraka dan kepalanya/otaknya keluar dengan rasa sakit.
Dengan cara ini, Muawiyah bin Abu Sufyan, orang yang dibebaskan, putra dari orang yang dibebaskan, orang terkutuk, dan putra dari orang terkutuk, yang sering mempermainkan perintah Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, yang tidak memperhatikan pentingnya perintah itu, dan orang yang suka membunuh orang-orang tak berdosa dan orang saleh untuk mencapai tujuan busuknya dan biasa memaki-maki Nabi Muhammad SAW, sedang kaum Muslimin melihat dan mendengar, menjadi penulis wahyu! Mereka mengatakan bahwa Allah mempercayai wahyu kepada malaikat Jibril, Muhammad, dan Muawiyah. la juga digambarkan sebagai orang yang pintar berpolitik dan berilmu.
Sedangkan Abu Dzar Ghifari, dimana bumi tidak akan menopang dan langit tidak akan menaungi siapapun yang lebih lurus dalam ucapannya selain dia, dituduh sebagai pengacau. la disiksa, diasingkan, dan dikucilkan ke Rabdhah. Salman, Miqdad, Ammar dan Hudzaifah serta sahabat-sahabat setia Nabi Muhammad lainnya, yang menganggap Imam Ali sebagai pemimpin mereka dan menaatinya, dihukum, diasingkan dan dibunuh.
Orang-orang yang mengikuti mazhab kekhalifahan, pengikut Muawiyah dan para sahabat-sahabat mazhab yang didirikan oleh penguasa zalim, menjadi Ahlussunnah wal Jama’ah dan menjadi wakil Islam. Siapapun yang menentang mereka disebut sebagai orang kafir. Sedangkan orang-orang yang mengikuti mazhab Ahlulbait dan menaati pintunya kota ilmu, orang yang pertama masuk Islam, yang kebenaran senantiasa bersamanya di manapun ia berada, dianggap sebagai orang-orang yang sesat dan siapapun yang memusuhi dan memerangi mereka disebut sebagai orang Islam.
Sesungguhnya kekuasaan dan kekuatan hanya milik Allah, Yang Maha tinggi, Maha kuasa. Allah tentunya mengungkapkan kebenaran ketika ia bersabda:
Jika dikatakan kepada mereka, “Janganlah kalian berbuat aniaya di muka bumi!” Mereka berkata, “Kami adalah orang-orang beriman.” Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berbuat aniaya tetapi mereka tidak menyadarinya. Dan jika dikatakan, “Berimanlah sebagaimana orang lain telah beriman! “Mereka berkata, “Apakah kami harus beriman seperti orang-orang bodoh yang beriman?” Merekalah yang sesungguhnyn bodoh, tetapi mereka tidak mengetahuinya.
(QS. al-Baqarah : 13)
Beberapa Komentar
Seorang saudara Sunni menyebutkan bahwa seseorang boleh membunuh orang lain’ dengan niat baik dan saling cinta dan keduanya (pembunuh dan orang yang dibunuh) akan masuk surga. Kami, kata mereka, memiliki contoh dari Nabi Ibrahim yang menerima perintah Allah untuk membunuh putranya, Ismail, meski hal. itu hanya ujian dan Allah berniat menguji keduanya. Akhirnya mereka menyembelih domba atas perintah Allah.
Apakah pengutukan terhadap Imam Ali sebuah tanda kecintaan dan niat baik?
Perkembangan Sejarah dan Kumpulan Hadis
Syi’ah/Sunni dan Penelitian Hadis
3. Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, bab 34, hal. 46, hadis 141.
9. Lihat kitab Sunni berjudul ‘Sejarah Banga Arab’oleh Amir Ali, bab X, hal. 126-127.
11. Referensi hadis Sunni: Mu’jam al-Butdan, Hamawi, jilid 5, hal. 38.
12. Referensi hadis Sunni: al-Aqd al-Farid, jilid 2, hal. 300.
13. Referensi hadis Sunni: Rabiah al-Barar, Zamakhsyari; Hafizh Jalaluddin Suvuthi.
19. Shahih Muslim versi bahasa Inggris, jilid 4, bab 1205, hadis 6968.
20. Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 4, Bab 1205, hadis 6970.
21. Catatan kaki Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 4, hal. 1508.
24. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 6, hal. 33.
31. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Khulafa, Jalaluddin Suyuthi, versi bahasa Inggris, hal. 208.
32. Referensi hadis Sunni: Tarikh Khulafa, Jalaluddin Suyuthi, versi bahasa Inggris, hal. 204.
38. As-Sirah Nabawiyyah, Syilbi, sejarahwan Sunni terkemuka, bag. l, hal. 13-17.
0 comments:
Post a Comment