Saya hanya seorang yang menginginkan dapat terlibat dalam kemunculan Al Imam Mahdi afs..... dan menjadi hambasahayanya yang siap berkorban demi tegak nya syiar Islam yang gemilang ini
Kaum Syi’ah meyakini bahwa derajat Imamah (kedudukan pemimpin yang dipilih Allah SWT) lebih tinggi daripada keNabian atau keRasulan. Perhatikanlah bahwa di sini kami membandingkan derajat kedudukan dan bukan derajat seseorang. Dengan demikian dua orang imam pilihan Allah SWT yang keduanya memiliki posisi yang mungkin sama di mata Allah SWT, mempunyai derajat yang berbeda. Contohnya, di samping dua belas Imam Ahlulbait, Imam Ali bin Abi Thalib as adalah yang paling saleh. Demikian juga, Nabi Muhammad SAW lebih saleh daripada Imam Ali as meskipun keduanya dipilih Allah SWT sebagai pemimpin.
Dengan kata lain, Nabi Muhammad SAW derajatnya lebih tinggi di antara umat manusia, dan makhluk Allah yang paling saleh, paling dihormati di hadapan Allah SWT. Keyakinan di atas tidak meruntuhkan kedudukannya karena Nabi Muhammad SAW adalah seorang Imam pada zamannya juga.
Namun, membandingkan ‘tugas’ Nabi Muhammad SAW dan Imam bagaikan membandingkan apel dan jeruk atau seperti membandingkan tugas seorang dokter dan ahli teknik. Imamah dan keNabian sangat berbeda fungsinya meskipun keduanya dapat ada pada diri seseorang seperti pada Nabi Muhammad SAW atau Nabi Ibrahim as.
Bukti dari Quran
Orang-orang yang mengenal Quran hingga tahap tertentu, mengetahui bahwa keyakinan ini bukan sesuatu yang aneh. Sebenarnya Quran memberikan bukti bahwa kedudukan imamah lebih tinggi dari pada kedudukan keNabian atau keRasulan. Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung berfirman,
Dan takala Ibrahim diuji oleh tuhannya dengan beberapa perintah, ia melaksanakannya. Kemudian Ia berkata, “Dengarlah! Aku menunjukmu sebagai pernimpin bagi umat manusia.” (QS. al-Baqarah : 124)
Seperti yang kita lihat, Nabi Ibrahim as diuji oleh Allah SWT selama masa keNabiannya dan ketika ia berhasil melalui ujian itu (ujian dalam hidupnya, meninggalkan istrinya, mengorbankan putranya), ia dianugrahi oleh Allah SWT kedudukan imamah. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan imamah lebih tinggi daripada keNabian yang diberikan kepadanya setelah ia memperoleh kemampuan lebih lainnya. Derajat selalu diberikan dengan tingkatan yang terus meningkat. Kita tidak pernah melihat ada seseorang yang mendapatkan gelar doktoral lalu mendapatkan gelar diploma. Dalam aturan Allah SWT, tiada kekacauan seperti itu. Derajat pertama Nabi Ibrahim as adalah menjadi hamba Allah (abdi), kemudian menjadi Nabi, lalu menjadi Rasul, setelah itu menjadi Khalil, dan terakhir menjadi Imam. Ayat di atas, membuktikan bahwa Allah SWT mengangkat Imam dan pengangkatan Imam bukan urusan manusia.
Berikut ini penafsiran dari kaum Sunni, Yusuf Ali, mengenai ayat di atas (QS. al-Baqarah : 124), berkomentar,
“Kalimat yang secara literal berarti ‘kata-kata’, digunakan dalam makna yang mistis, makna yang hanya diketahui Allah tujuan, kehendak dan ketentuannya. Ayat ini merupakan ringkasan dari ayat-ayat berikutnya. Nabi Ibrahim melaksanakan semua perintah Allah, yaitu mensucikan rumah Allah (baitullah), membangun tempat perlindungan yang suci, Kabah, dan menyerahkan segala kehendaknya kepada kehendak Allah. Ia dijanjikan diberi jabatan sebagai pemimpin bagi dunia. Ia bermohon untuk anak keturunannya dan doanya dikabulkan dengan kekecualian bahwa apabila keturunannya menyimpang dari ajaran Allah, Allah berjanji tidak akan meridhai orang yang terbukti salah.”
Seperti yang kita lihat, Quran dengan jelas membenarkan pandangan Syi’ah dalam hal ini. Tetapi, karena Nabi Ibrahim, Muhammad dan beberapa Nabi lainnya adalah juga Imam, keyakinan ini (Imamah lebih tinggi daripada keNabian) tidak meruntuhkan derajat mereka.
Imam berarti seseorang yang diangkat oleh Allah SWT sebagai pemimpin atau penunjuk (lihat al-Anbiya:73; as-Sajdah:24). Orang-orang harus taat dan mengikuti mereka. Para Rasul adalah pembawa berita dan imam adalah pemberi petunjuk (QS. al-Ra’d:7). Imam adalah cahaya petunjuk (QS. al-An’am: 97).
Muhammad SAW adalah seorang Nabi, Rasul dan seorang Imam. Setelah ia wafat, pintu keNabian dan keRasulan tertutup selamanya. Tetapi pintu imamah (kepemimpinan) masih terbuka karena ia memiliki penerus (khalifah, wakil), artinya seseorang yang melanjutkan kedudukan orang sebelumnya. Jelaslah bahwa pelanjut Nabi Muhammad SAW tidak memiliki derajat keNabian atau keRasulan. Kedudukan mereka hanyalah sebagai imam (pemimpin). Dan jumlah imam ini ada dua belas sebagaimana yang dinyatakan Nabi Muhammad sendiri. Perhatikan juga bahwa Quran dengan jelas menyatakan bahwa imam dan khalifah ditunjuk oleh Allah SWT dan penunjikannya bukan urusan manusia! Untuk membuktikan penunjikan imam oleh Allah SWT. Lihatlah ayat Quran berikut! Shad:20 tentang Nabi Daud, al-Baqarah:124 tentang Nabi Ibrahim, al-Baqarah:30 tentang Nabi Adam, al-A~raf 142, Thaha:29-36 dan al-Furqan:35 tentang Nabi Harun.
Seorang Wahabi mengartikan bahwa kaum Syi’ah bukanlah orang Islam karena mereka meyakini bahwa imamah lebih tinggi daripada keRasulan, tetapi ia tidak memberikan bukti dari Quran atau hadis yang sahih yang menyatakan sebaliknya. Tetapi kami telah memberikan bukti dari Quran dan dengan demikian penilaian kami lebih baik daripada penilaian mereka, apakah anda seorang Islam atau bukan.
Mengenai malaikat, seluruh umat Islam sepakat bahwa tingkatan Nabi lebih tinggi daripada para malaikat. Quran menyatakan bahwa semua malaikat bersujud di hadapan Nabi Adam. Hal ini cukup untuk membuktikan bahwa derajat Nabi lebih tinggi daripada derajat malaikat. Dan berdasarkan kesimpulan sebelumnya bahwa kedudukan imamah lebih tinggi daripada keNabian, maka derajat imam lebih tinggi daripada derajat malaikat juga.
Bukti dari Koleksi Hadis Sahih Sunni
Kaum Syi’ahlebih jauhmeyakini bahwa dua belas Imamdari Keluarga Nabi Muhammad SAW memiliki derajat yang lebih tinggi daripada semuaRasulkecuali Nabi Muhammad SAW. dengan kata lain, kedudukan pelanjutbahtera Nabi Muhammad SAWlebih tinggidari pada penerus semuaNabi sebelumnya. Perhatikanlah bahwapenerus Nabi – Nabisebelumnyaadalah para Nabi ! Berikut inireferensi dari Hadis Sunni bahwaImam Alibin Abi Thalibmemiliki kebajikan yang sangat tinggi dari padapara Nabisebelumnya.
Nabi Muhammad SAW berkata :
jikalau engkau ingin melihatketeguhandalam diri Nabi Nuh, ilmu pengetahuanNabi Adam, kemurahan Nabi Ibrahim, kecerdasanNabi Musadan ketaatan Nabi Isa, lihatlah Ali bin Abi Thalib !”1
Cahaya Nabi Muhammad SAW dan Ali mendahului penciptaan Nabi Adam
Salman Farisi meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata,
“Aku dan Ali berasal dari cahaya yang sama di dalam genggaman Allah empat belas ribu tahun sebelum Ia menciptakan Adam. Ketika Allah menciptakan Adam, Ia membagi cahaya itu menjadi dua bagian, satunya adalah cahayaku dan satunya adalah cahaya Ali”2
Hal ini dengan jelas menunjukkanbahwa derajat Nabi MuhammadSAW dan Imam Ali lebih tinggidaripadaseluruh manusia yang diciptakan Allah SWT.
Tidak ada orang yang dapat melintasi Jembatan Shirath kecuali dengan izin Ali
Anas bin Malik meriwayatkan, “Ketika kematian Abu Bakar semakin
dekat, Abu Bakar berkata bahwa ia mendengar Rasulullah berkata,
‘Sebuah rintangan menghadang di jembatan Sirath all-Mustaqim. Tidak ada seorangpun yang dapat melintasinya kecuali dengan izin Alibin Abi Thalib.’ Aku mendengar Rasulullah berkata, ‘Aku adalah penghulu para Nabi dan Ali adalah penghulu para Pemimpin.”3
Imam Ali meriwayatkan, “Nabi Muhammad SAW berkata bahwa ketika Allah SWT mengumpulkan orang-orang yang pertama dan yang terakhir masuk surga, sebuah jalan dibentangkan menjembatani neraka. Tidak seorangpun dapat melintasinya kecuali memiliki bukti yang kuat berpemimpin (wilayah) kepada Ali bin Abi Thalib.”4
Ali adalah orang yang menjadi pemisah antara orang-orang yang masuk surga dan orang-orang yang masuk neraka
Nabi Muhammad SAW berkata kepada Ali,
“Engkau adalah orang yang memisahkan orang-orang yang akan masuk ke surga dan orang-orang yang akan masuk ke neraka pada Hari Kiamat. Engkau akan berkata kepada neraka, “Orang ini untukku dan yang itu untukmu.”
Ali berkata, “Aku adalah pemisah orang-orang yang masuk neraka.”6
Nabi Muhammad SAW pernah berkata Ali, “Engkau adalah pemisah orang-orang yang masuk neraka.”7
Dan berikut ini sebuah catatan dari Syafi’i, salah satu imam fikih dari mazhab Sunni :
Ali akan memeriksa umat manusia dan memisahkan apakah mereka masuk surga atau masuk neraka. Ali, orang yang wngat meyakini Nabi Muhammad, adalah pemimpin golongan manusia dan golongan jin. Sekiranya para pengikut Ali adalah Rafidhi sesungguhnya aku termasuk ke dalam golongan itu. Pada saat itu Ali merobek simbol Kabah dan menginjaknya di mana Allah telah meletakkan lengannya pada ‘malam Mikraj’. Sesungguhnya pada ke dua mata Ali terpancar cahaya Allah.
Umar bin Khatab berkata mengenai kebajikan Imam Ali, “Apabila seluruh planet dan tujuh lapis langit diletakkan pada sebuah sisi timbangan dan keimanan Ali pada sisi yang lain, sisi timbangan Ali akan memberati.”8
Ali adalah orang yang paling baik setelah Nabi Muhammad SAW
Jabir meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, “Ali adalah umat yang paling baik setelahku, dan barangsiapa yang meragukannya, ia adalah orang kafir.”9
Abu Dzar yang mengutip dari Abdullah yang mengutip dari Ali bahwa bahwa Nabi Muhammad berkata, “Barangsiapa yang tidak mengtakan bahwa Ali adalah orang terbaik dalam umatku, ia adalah orang kafir.”10
Barida juga meriwayatkan, “Nabi Muhammad SAW berkata kepada Fathimah, ‘Aku menikahkanmu kepada orang yang paling terbaik dalam umatku, orang yang paling berpengetahuan, sabar dan orang pertama yang masuk Islam di antara mereka.”11
Imam Mahdi
Sekarang mari kita lihat periode kedatangan Imam Mahdi, Imam terakhir dari keluarga Nabi Muhammad SAW, di masa yang akan datang.
Kaum Sunni telah meriwayatkan dalam kitab-kitab sahih mereka bahwa ketika Imam Mahdi datang, Nabi Isa as akan turun dan shalat di belakangnya. Hal ini menunjukkan bahwa derajat Imam Mahdi lebih tinggi daripada Nabi Isa yang merupakan salah satu Rasul utama Allah.
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Jabir Abdillah Anshari berkata bahwa ia mendengarNabi Muhammad bersabda :
“Sekelompok dari umatku akan berperang demi kebenaran hingga Hari Kiamat mendekat. Saat itu Nabi Isa putra Maryam akan turun dan pemimpin saat itu akan memintanya untuk memimpin shalat tetapi Nabi Isa menolak. Ia mengatakan, “Sesun~guhnya, Allah telah mengangkat di antara kalian pemimpin bagi yang lainnya dan Ia mencurahkan anugrah kepada mereka.”12
Ibnu Abu Shaibah, seorang ahli hadis Sunni lainnya, guru dari Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan banyak hadis mengenai Imam Mahdi. Ia juga meriwayatkan bahwa Imam umat Islam yang akan memimpin shalat Nabi Isa adalah Imam Mahdi.
Jalaluddin Suyuthi menyebutkan,
“Aku telah mendengar beberapa umat yang menyangkal kebenaran yang telah disampaikan tentang Nabi Isa yang ketika datang, ia akan shalat di belakang Imam Mahdi. Mereka mengatakan bahwa Nabi Isa lebih tinggi kedudukannya untuk memimpin shalat daripada seseorang yang bukan Nabi. Ini merupakan pendapat yang aneh karena persoalan tentang Nabi Isa yang akan diimami oleh Imam Mahdi telah dibuktikan secara kuat melalui oleh banyak hadis sahih dari Rasulullah yang paling benar.”13
Selanjutnya Suyuthi meriwayatkan hadis mengenai hal ini. Hafizh dan Ibnu Hajar Asqalani menyebutkan bahwa Imam Mahdi berasal dari umat ini, dan Nabi Isa akan turun dan shalat di belakangnya.14
Hadis ini pun disebutkan oleh ulama lain. Ibnu Hajar Haitsami menuliskan,
“Ahlulbait bagaikan cahaya-cahaya yang menunjuki kami pada jalan yang benar dan apabila cahaya itu disembunyikan kita akan berhadapan dengan tanda kekuasaan Allah yang dijanjikan (Hari Kiamat). Ini akan terjadi ketika Imam Mahdi datang, seperti yang disebutkan dalam hadis dan Nabi Isa akan shalat di belakangnya, Dajjal akan dihancurkan dan tanda-tanda kebesaran Allah akan bermunculan susul menyusul.”15
Semuanya dengan jelas menunjukkan bahwa derajat Imam mahdi as lebih tinggi daripada Nabi Isa as yang merupakan salah satu dari lima Rasul utama Allah.
Apakah Para Imam Mendapafkan Ilham?
Tidak ada keraguan ketika ayat ini turun, Hari ini telah aku sempurnakan agamamu dan telah aku cukupkan karuniaku kepada kalian, dan aku ridhai Islam menjadi agamamu” ( QS. al-Maidah : 3 ), agama telah sempurna. Allah SWT menurunkan Quran juga syariat hanya kepada Nabi Muhammad SAW, dan tidak ada wahyu seperti itu yang diturunkan kepada Imam Ali bin Abi Thalib. Apabila Imam Ali diberi ilham, hal itu tidak ada sangkut pautnya dengan firman Allah SWT: Ilham yang diberikan kepadanya merupakan hal yang telah dan akan terjadi.
Allah SWT memiliki banyak cara untuk memberi tahu sesuatu kepada hamba-hamba-Nya. Salah satunya adalah dengan wahyu (wahy). Cara lain adalah dengan membisiki (memberi ilham). Dengan cara memberi ilham ini, Allah memasukkan ilmu pengetahuan ke dalam hati hamba-Nya. Hal ini diyakini oleh semua mazhab Islam.
Tetapi apakah anda berpikir bahwa wahyu hanya diperuntukkan bagi Nabi dan Rasul? Apabila demikian anda telah bertentangan dengan Quran karena ibunda Nabi Musa as bukanlah seorang Nabi ataupun Rasul. Bukankah demikian? Allah SWT mewahyukan untuk meletakkan putranya pada sebuah keranjang di sungai ~agar tentara-tentara Fir’aun membawanya ke istana.
Dan Kami memberi wahyu kepada ibunda Musa. Susuilah (bayi itu) tetapi apabila engkau telah merasa takut, lemparkanlah ia ke sungai dan janganlah engkau takut bahwa engkau akan berduka cita karena Kami akan menjaganya untukmu dan Kami akan mengangkatnya menjadi salah satu utusan Kami (QS. al-Qashash : 7).
Perhatikanlah bahwa secara langsung Quran menggunakan kata “wahy” (wahyu). Di sini, Yusuf Ali telah menerjemahkan kata’wahy dengan artian ilham. Tetapi Quran menggunakan kata ‘wahy’ (wahyu), dan bukan bisikan (ilham). Wahyu dan ilham merupakan dua hal yang berbeda.
Bagaimanapun, satu hal yang jelas adalah bahwa wahyu yang diturunkan kepada selain Nabi atau Rasul tidak memiliki sangkut paut dengan syariat. Wahyu tersebut tidak berkaitan dengan ajaran agama dan lain-lain. Wahyu tersebut lebih merupakan perintah untuk memilih ketika sedang dalam kebingungan dan atau memberitahukan apa yang telah dan akan terjadi.
Kita dapat menyimpulkan bahwa wahyu memiliki berbagai jenis. Hanya wahyu yang diberikan kepada Nabi dan Rasul saja yang berhubungan dengan ajaran agama dan praktik-praktiknya yang baru, sedangkan wahyu lainnya tidak.
Catatan: Quran juga menggunakan kata wahy kepada selain manusia, tetapi hal itu bukan pembahasan kami. Dalam buku ini kami menitikberatkan pada jenis wahyu lain untuk manusia saja.
Apakah Para Imam bertemu dengan Malaikat?
Menurut Quran, berkomunikasi dengan malaikat bukan sesuatu yang khusus bagi para Nabi dan Rasul. Allah SWT menyebutkan dalam Quran bahwa Maryam (ibunda Nabi Isa) berkomunikasi dengan malaikat, dan malaikat berbicara dengan Nabi Isa. Lihatlah Quran mengenai percakapan ibunda Maryam dan para malaikat!
Ingatlah ketika para malaikat berkata, “Wahai Maryam, sesungguhnya Allah telah menggembirakan kamu dengan Kalimat daripada-Nya, namanya al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia ini dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah). “(QS. Ali Imran : 45)
Ada sebuah percakapan yang lengkap antara Maryam dan malaikat. Lihatlah beberapa ayat sebelum dan sesudahnya dari ayat di atas! Maryam as bukanlah seorang Nabi atau Rasul, tetapi ia berkomunikasi dengan malaikat. Namun demikian, komunikasi antara Maryam dengan malaikat tidak berkaitan dengan syariat. Percakapannya tidak ada sangkut paut dengan praktik agama. Tetapi lebih berupa berita tentang apa yang akan terjadi, dan perintah yang harus dilakukan.
Surah yang berhubungan dengan ayat ini adalah Hud ayat 69-73 di mana malaikat berkomunikasi dengan istri Nabi Ibrahim dan membawakannya berita gembira bahwa ia akan mengandung Nabi Ishak as.
Bahkan kaum Suruai menyatakan bahwa Imran bin Husain Khuza’i (52/672) yang merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, dikunjungi oleh malaikat, menyapa mereka, berjabatan tangan dan memandang mereka. Ia hanya ditinggalkan oleh mereka sesaat setelah para malaikat kembali hingga wafatnya.’16
Tidak ada keraguan bahwa Imam Ali adalah muhaddats yang artinya ‘seseorang yang telah diajak bicara’. Tidak hanya Imam Ali, tetapi semua Imam dua belas, demikian juga dengan Sayidah Fathimah.
Berdasarkan hadis Sunni yang sahih, diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Aisyah bahwa Nabi Muhammad bersabda,
“Di antara umat sebelum kamu terdapat orang-orang yang menjadi muhaddatsun (orang yang dapat mengetahui sesuatu akan terjadi dengan benar, seperti orang-orang yang telah diberi ilham oleh kekuatan ilahi), dan apabila ada orang-orang seperti itu di antara pengikutku, mereka adalah...”17
Dalam Shahih Bukhari, diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad bersabda, “Di antara bangsa-bangsa sebelumnya ada orang-orang yang sering diberi ilham (meskipun mereka bukanlah para Nabi). Dan apabila terdapat orang-orang seperti itu, di antara pengikutku, mereka adalah...”18
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad bersabda, “Di antara bangsa Israil yang hidup sebelum kalian, ada orang-orang yang sering mendapat ilham melalui petunjuk meskipun mereka bukan para Nabi, dan apabila terdapat orang-orang seperti itu, di antara pengikutku, mereka adalah...”
Selain itu diriwayatkan, Nabi Muhammad bersabda, “Sesungguhnya di antara bangsa-bangsa yang hidup sebelum kalian terdapat orang-orang muhaddatsun dan apabila ada salah seorang di antara pengikutku, ia adalah...”
Nabi Muhammad juga bersabda, “Sesungguhnya diantara Bani Israil sebelum kalian terdapat orang-orang yang diajak berbicara (rijalun yukallamun) dan mereka bukan Rasul dan apabila ada salah satu di antara umatku, ia adalah...”19
Kesimpulannya adalah bahwa eksistensi muhaddatsun (orang-orang yang diajak berkomunikasi) merupakan suatu hal yang dibenarkan oleh semua umat Islam dan bahwa hal ini bukan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Catatan kaum Sunni di atas juga membenarkan bahwa muhaddatsun bukanlah para Nabi dan mereka tidak membawa syariat (aturan ilahi) dari Allah SWT kepada umat.
Berikut ini definisi Nabi, Rasul, dan imam. Nabi adalah orang yang menerima syariat. Syariat di sini berkaitan dengan keyakinan (aqaid) atau dengan aktivitas praktis (ibadah). Syariat meliputi urusan kehidupan Nabi dan juga umatnya, atau keduanya. Ini adalah definisi dasar dari Nabi, meskipun Nabi juga mungkin diberitahu hal lain. Turunnya syariat ini dapat langsung atau melalui perantara seperti malaikat.
Rasul adalah Nabi yang menerima syariat yang berkaitan dengan dirinya dan orang lain selain dirinya. Sedangkan imam adalah orang yang ditunjuk oleh Allah SWT sebagai pemimpin dan sebagai penunjuk (QS. al-Anbiya : 73) yang kepadanya ketaatan harus kita berikan dan orang-orang harus mengikutinya. Rasul adalah pembawa peringatan dan imam adalah penunjuk jalan (QS. al-Ra’d : 7) atau cahaya petunjuk (QS. al-Maidah : 97).
Menarik untuk diperhatikan bahwa ketika ayat tentang sempurnanya agama Islam diturunkan, banyak ulama tafsir Sunni membenarkan bahwa ayat Hari ini telah aku sempumakan agamamu dan telah aku cukupkan karuniaku kepada kalian, dan aku ridhoi Islam menjadi agamamu (QS. al-Maidah: 3), turun di Ghadir Khum ketika Nabi Muhammad mengumumkan siapa penerus dirinya.20 Ayat di atas dengan jelas menunjukkan bahwa agama Islam tidak akan sempurna jika tidak ada pernyataan tentang kepemimpinan Imam Ali, dan kesempurnaan agama ditentukan oleh pernyataan Nabi tentang penerus setelahnya.
Perbedaan Antara Nabi dan Rasul
Di dalam bahasa Arab tidak ada kata terpisah untuk istilah Nabi dan Rasul. Perbedaan antara Nabi dan Rasul adalah bahwa derajat keNabian lebih rendah dari derajat keRasulan.
Seorang Nabi adalah orang yang menerima hukum syariat, yang dapat berisi mengenai keyakinan (‘aqaid), kehidupan Nabi itu sendiri, umatnya, atau keduanya. Definisi ini merupakan definisi dasar dari keNabian, meskipun Nabi juga diberitahu tentang hal lainnya. Turunnya hukum syariat dapat secara langsung, atau melalui perantara seperti malaikat. Sedangkan Rasul adalah Nabi yang menerima hukum ilahi yang berkaitan dengan dirinya sendiri dan orang-orang selain dirinya. Dengan demikian, setiap Rasul (manusia) adalah Nabi tetapi tidak semua Nabi adalah Rasul. Selain itu, setiap Nabi yang disebutkan Quran bersama umatnya adalah Rasul.
Maka ketika Quran menyatakan bahwa Muhammad adalah Nabi terakhir (QS. al-Ahzab:40), dengan merujuk pada definisi di atas, ia juga adalah Rasul terakhir. Perhatikanlah bahwa kata ‘manusia’ dalam definisi Rasul sangat penting karena Quran juga menggunakan istilah’Rasul’ untuk malaikat yang memberi perintah atas kehendak Allah SWT.
Allah memilih Rasul-Rasul dari kelompok malaikat dan dari kelompok manusia, karena Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. al-Hajj : 75)
Telah datang kepada Nabi Ibrahim Rasul-Rasul kami dengan membawa berita gembira. Mereka berkata, “Selamat!” Ibrahim menjawab, “Selamat. “ Segera ia membawa daging sapi panggang.
(QS. Hud : 69)
Ketika Rasul-rasul kami menemui Luth, ia merasa bersedih karena mereka dan merasa tidak berdaya (untuk melindungi) mereka. Ia berkata, “Ini adalah hari yang sukar.” (QS. Hud : 77)
(Malaikat itu) berkata, “Wahai Luth, kami adalah utusan dari Tuhanmu...” (QS. Hud : 81)
Lihat juga al-A’raf:37, al-Hijr:57 dan 61, Maryam:l9, al-Ankabut:31, 33.
Bagaimanapun, seorang Nabi adalah manusia. Tidak ada malaikat yang dapat disebut Nabi. Dengan demikian setiap Rasul adalah Nabi tetapi setiap Nabi seorang Rasul.
Jumlah Rasul lebih sedikit dari jumlah Nabi dan setiap Rasul menerima sebuah kitab, tetapi hanya beberapa Nabi yang menerima kitab. Selain itu, karena ia harus meyakinkan umatnya untuk menerima agama baru dengan amalan-amalan yang baru, tugas seorang Rasul lebih berat daripada tugas seorang Nabi. Inilah kenyataan utama bahwa kebutuhan, pikiran dan kemampuan umat berubah, dan menerima sebuah agama baru bukan suatu tugas yang mudah. Di sinilah, perintah-perintah agama baru seorang Nabi adalah untuk dirinya sendiri (kecuali jika ia seorang Rasul). Tentunya seorang Nabi mengajak umat menuju Allah SWT, tetapi ia tidak membuat amalan-amalan baru bagi umat itu. Intinya, jika seorang Nabi bukan seorang Rasul, umat yang ia ajak untuk memtju Allah SWT akan diperintah untuk mengikuti kebiasaan dan amalan Rasul sebelumnya.
Di antara para Rasul, ada lima orang yang lebih tinggi daripada Rasul lainnya. Sebagaimana yang mungkin anda ketahui, perbedaan satu-satunya antara kelima orang Rasul ini dari Rasul-Rasul lainnya adalah bahwa mereka ditunjuk secara menyeluruh (untuk seluruh umat manusia pada zamannya), sedang Rasul-Rasul lainnya ditunjuk untuk suatu daerah tertentu (hanya satu wilayah atau suatu tempat). Kata ‘alamin dan atau jami’an telah digunakan Quran untuk Nabi Isa dalam mendukung gagasan ini.
Suatu kali seorang Bahai menyatakan bahwa para Rasul (yang datang sebelum imam terakhir) hanyalah lima Rasul yang memiliki kitab. Tetapi sisanya adalah para Nabi, Hal ini tidak benar Karena Quranmenyatakan bahwa Nabi Daudmemiliki kitab Zaburtetapi ia tidak termasuk kedalam lima rasul besar. Ia adalah seorang rasul karena membawa kita bagi umatnya.
Imam atau Muhaddats
Imam artinya seorang manusia yang ditunjuk Allah SWT sebagai pemimpin atau penunjuk jalan (lihat al-Anbiya:73 dan as-Sajdah:24) di mana semua orang harus taat kepadanya dan mengikutinya. Para Rasul adalah pembawa peringatan dan para imam adalah pemberi petunjuk (QS. al-Ra’d : 7). Para imam adalah cahaya petunjuk (QS. al-An’am : 97).
Imam tidak menerima wahyu ilahi yang berisi syariat (hukum ilahi). Ia tidak menerima perintah apapun yang berhubungan dengan amalanamalan agama yang baru dan lain-lain. Tetapi, ia diberitahu tentang peristiwa masa lalu dan masa yang akan datang.
Perbedaan lain antara Rasul, Nabi, dan imam (muhaddats) adalah dalam cara mereka berkomunikasi dengan malaikat. Perbedaan ini dijelaskan dalam Ushul al-Kafi, bab al-Hujjah ketika menerangkan Surah al-Hajj ayat 52.
Rasul melihat dan mendengar malaikat dalam kondisi terjaga dan tertidur. Nabi mendengar dan melihat malaikat hanya ketika ia dalam kondisi tertidur, namun ia tidak melihatnya dalam keadaan terjaga meskipun dapat mendengar perkataannya. Imam (muhaddits) adalah orang yang mendengar malaikat dalam keadaan terjaga tetapi ia tidak dapat melihatnya dalam keadaan terjaga atau tertidur.
Pada bagian sebelumnya kami mengutip ayat Quran bahwa ibunda Maryam as berkomunikasi dengan malaikat. Apabila menurut kitab Shahih Bukhari, Fathimah as adalah penghulu perempuan di dunia ini dan di akhirat, lalu mengapa ia tidak dapat berkomunikasi dengan malaikat?
0 comments:
Post a Comment